HARAPAN Menjadi Keluarga SAKINAH |
ISTRI SHALIHAH |
“Dan orang-orang yang berdo’a:’Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)
‘Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk menikah nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi obat (dari dorongan nafsu). (H.R. Bukhari Muslim)
Makna Sakinah
Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak muda dan remaja dalam masa pertumbuhannya. Pengalaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa membangun keluarga itu mudah, namun memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami-istri sangatlah sulit. Nah, keluarga yang bisa mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan inilah yang disebut dengan keluarga sakinah.
Kata sakinah itu sendiri menurut bahasa berarti tenang atau tenteram.Dengan demikian, keluarga sakinah berarti keluarga yang tenang atau keluarga yang tenteram. Sebuah keluarga bahagia, sejahtera lahir dan batin, hidup cinta-mencintai dan kasih-mengasihi, di mana suami bisa membahagiakan istri, sebaliknya, istri bisa membahagiakan suami, dan keduanya mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak- anak yang shalih dan shalihah, yaitu anak-anak yang berbakti kepada orang tua, kepada agama, masyarakat, dan bangsanya. Selain itu, keluarga sakinah juga mampu menjalin persaudaraan yang harmonis dengan sanak famili dan hidup rukun dalam bertetangga, bermasyarakat dan bernegara.
Penggunaan nama sakinah pasti diambil dari al Qur’an surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Tuhan menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Pengertian ini pula yang dipakai dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadis dalam kontek kehidupan manusia.
Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak, tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Keluarga sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial menurut al Qur’an, bukan bangunan yang berdiri di atas lahan kosong.
Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.
Menurut ajaran Islam mencapai ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai adalah hakekat perkawinan muslim yang disebut sakinah. Untuk hidup bahagia dan sejahtera manusia membutuhkan ketenangan hati dan jiwa yang aman damai. Tanpa ketenangan dan keamanan hati, banyak masalah tak terpecahkan. Apalagi kehidupan keluarga yang anggotanya adalah manusia-manusia hidup dengan segala cita dan citranya.
Ada tiga macam kebutuhan manusia yang harus dipenuhi untuk dapat hidup bahagia dan tenang, yaitu:
1. Kebutuhan vital biologis, seperti: makan, minum, dan hubungan suami istri.
2. Kebutuhan sosial kultural, seperti: pergaulan sosial, kebudayaan, dan pendidikan.
3. Kebutuhan metaphisis atau regilious, seperti: agama, moral, dan filsafat hidup.
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa’:21)
Sampai-sampai iaktan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda:
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR.Ath Thabrani, Syaikh Albani menghasankannya)
Pernikahan Dalam Islam
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh oarng lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi:
· Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
· Adanya ijab qabul.
· Adanya mahar.
· Adanya wali
· Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul ‘urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaklah diundang pula orang-orang miskin. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.” (HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi, Ahmad, dari sahabat Anas bin Malik)
Hak Dan Kewajiban Suami-Istri
Anjuran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Dapat menundukkan pandangan.
2. Akan terjaga kehormatan
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana firman Allah:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rumm:21)
8. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
9. Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Hak-Hak Istri Yang Wajib Dipenuhi
Diantara kewajiban dan hak tersebut adalah seperti yang tercantum dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy radhiallahu anhu, ia berkata: Saya telah bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia meliankan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
(HR.Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An Nasa-i. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Hibban)
Suami Dan Istri Menjadi Teladan Keluarga
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya, karena Allah akan mempertanyakannya di hari akhir kelak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggungjawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dari shabat Ibnu Umar)
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena tabi’at anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua terhadap anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada Allah pada waktu-waktu yang mustajab, seperti sepertiga malam terakhir, agar keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya diberikan sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum dalam Al Qur’an:
“Dan orang-orang yang berdo’a:’Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah yang shalih dan shalihah, bertakwa kepada Allah.
Inilah kiat-kiat yang hendaknya semorang muslim dan muslimah lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah. Wallahu a’lam bish shawab.
Nikah Bertujuan
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia. Dan jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan akad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlak Yang Mulia
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi dan AL Baihaqi, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud)
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:
“Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang pembayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al Baqarah:229)
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu adalah harus kafa’ah dan shalihah.
Wanita Shalihah
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara cirri-ciri wanita yang shalihah adalah:
· Ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
· Ta’at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
· Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
· Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
· Banyak shadaqah dengan seizing suaminya.
· Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (QS. Al Ahzab:33).
· Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syaitan.
· Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
· Ta’at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
· Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
· Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
Hikamah Nikah
1. Menikah akan meninggikan harkat dan martabat manusia.
Lihatlah bagaimana kehidupan manusia yang secara bebas mengumbar nafsu biologisnya tanpa melalui bingkai halal sebuah pernikahan, maka martabat dan harga diri mereka sama liarnya dengan nafsu yang tidak bisa mereka jinakkan. Menikah menjadikan harkat dan martabat manusia-manusia yang menjalaninya menjadi lebih mulia dan terhormat. Manusia secara jelas akan berbeda dengan binatang apabila ia mampu menjaga hawa nafsunya melalui pernikahan.
2. Menikah memuliakan kaum wanita.
Banyak wanita-wanita yang pada akhirnya terjerumus pada kehidupan hitam hanya karena diawali oleh kegagalan menikah dengan orang-orang yang menyakiti kehidupan mereka. Menikah dapat memuliakan kaum wanita. Mereka akan ditempatkan sebagai ratu dan permaisuri dalam keluarganya.
3. Menikah adalah cara untuk melanjutkan keturunan.
Salah satu tujuan menikah adalah meneruskan keturunan. Pasangan yang shaleh diharapkan mampu melanjutkan keturunan yang shaleh pula. Dari anak-anak yang shaleh ini akan tercipta sebuah keluarga shaleh, selanjutnya menjadi awal bagi terbentuknya kelompok-kelompok masyarkat yang shaleh sebagai cikal bakal kebangkitan Islam di masa mendatang.
4.Wujud kecintaan Allah SWT. Pada mahkluk-NYa untuk dapat menyalurkan kebutuhan biologis secara terhormat dan baik.
Inilah bukti kecintaan Allah terhadap mahkluk-Nya. Dia memberikan cara kepada mahkluk-Nya untuk dapat memenuhi kebutuhan manusiawi seorang mahkluk. Di dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan banyak keberkahan dan kebahagiaan hidup yang dirasakan melalui adanya tali pernikahan. Allah menjadikan mahkluk-Nya berpasang-pasangan dan ditumbuhkan padanya satu sama lain rasa cinta dan kasih sayang.
Lima Faktor Keluarga Bahagia
Sebuah bangunan terdiri dari bata-bata, jika satu batubata hilang, makabangunan itu tak hanya keindahannya yang hilang tapi juga kekuatannya.Masyarakat adalah cerminan kondisi keluarga. Jika keluarga sehat berartimasyarakatnya juga sehat. Jika keluarga bahagia, masyarakat pun bahagia.Setidaknya, ada lima faktor untuk membentuk keluarga sakinah di antaranyasebagai berikut.
1.Dalam keluarga ada mawaddah dan rahmah.Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang mengebu-gebu. Sedangkanrahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan melindungi yangdicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga.Sebaliknya, rahmah, tak cukup memeberikan garansi.
2.Hubungan antara suami istri harus atas berdasarkan saling membutuhkan.Seperti pakaian dan yang memakainya “hunna libasun lakum wa antumlibasun lahunna”. (QS al Baqarah:187) Kalau kita kaji lebih dalam, fungsi pakaiansetidaknya ada tiga; menutup aurat, melindungi diri dari panas dan dingin, sertasebagai perhiasan. Suami terhadap istri, juga harus memiliki fungsi yang sama. Jika istri mempunyai sesuatu kekurangan, suami tidak menceritakan padaorang lain. Begitu juga sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera mencari obatatau membawa ke dokter. Begitu juga sebaliknya. Istri harus selalu tampilmembanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan istri . Janganterbalik, di luaran tampil menarik perhatian orang banyak. Tapi ketika di rumah,tampil tak sedap dipandang mata.
3.Suami istri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosialdianggap patut (ma’ruf), tidak asal benar dan hak.“Wa’a syiruhunna bil ma’ruf”. (QS. An Nisa : 19). Besarnya mahar, nafkah,cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma’ruf . Hal initerutama harus diperhatikan oleh suami istri yang berasal dari kultur yangmenyolok perbedaannya.
4.Menurut hadits Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat.a.Memiliki kecendrungan kepada agama.b.Yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yangmuda.c.Sederhana dalam belanja.d.Santun dalam bergaul dan selalu melakukan introspeksi.
5.Rasulullah juga bersabda tentang empat faktor yang menjadi sumberkebahagiaan keluarga.a.Suami dan istri yang setia.b.Shalih dan shalihah.c.Anak-anak yang berbakti pada orangtuanya.d.Lingkungan sosial yang sehat dan rezeki yang dekat.Hari demi hari tak boleh berlalu begitu saja. Anak sebagai buah cinta kita,tumbuh dan berkembang. Langkah kita hari ini menentukan masa depannya.Semoga mereka bisa menjadi pewaris yang kita dambakan. Selama kita setiapada lima hal di atas, insya Allah pertolongan Allah akan selalu menaungikelurga kita. Amin Ya Rabbal Aalamin
Jakarta 11/2/2013